RINGKASAN CERITA LALU
Ray adalah seorang pemuda dewasa
yang aktif di organisasi kepemudaan di gereja. Dia bertemu dengan Lisa, gadis yang baru menginjak remaja pada acara Jambore.
Kemudian mereka menjalin hubungan walau
harus melalui segala macam masalah, beda usia, pergaulan dan cara
pandang. Sampai akhirnya mereka harus berpisah , orang tua Lisa
menyekolahkan Lisa ke luar negeri, Australia. Dan dua tahun kemudian Ray
mendapat tugas kantor ke pulau Batam. Setelah dua tahun di Batam Ray kembali
pulang ke Jakarta. Ia ingin bertemu Lisa yang baru saja pulang dari Australia.
“Saya mencintaimu . Dan tetap
mencintaimu!”
“Mengapa kak Ray masih mencintai saya ?”
“…apakah matahari memberi alasan untuk menyinari bumi ?….”
Masih kuingat .
Cita dan cinta yang kami buat
bersama,
Dalam taman bertaburan
bunga-bunga…
Serta burung-burung kecil yang
menjadi saksi,
Turut bernyanyi dan menari-nari…
Betapa indahnya…
Kubuka kembali semua kenangan yang ada,
Dan kurangkai menjadi satu dalam
rindu.
Rindu yang membawaku pulang…
Rindu yang memanggilku kembali…
Kembali pada si burung kecil…
Kembali pada belahan hatiku…
PULANG KE RUMAH DENGAN
SEJUTA RINDU
Perhatian ! Perhatian !
Untuk seluruh penumpang pesawat Garuda Indonesia Airways ! Pesawat
segera mendarat di Lapangan Udara Soekarno - Hatta, Cengkareng Jakarta. Harap penumpang
memakai sabuk pengaman sampai pesawat
mendarat di tempat tujuan ! Begitu yang kudengar suara Pramugari dari kabin depan pesawat yang kutumpangi.
Aku
pejamkan mata dan mulai membayangkan
wajah-wajah keluargaku, teman-temanku dan teman istimewaku, Lisa ! Aku sangat berharap Lisa datang untuk menjemputku. Ingin kulihat lagi wajahnya yang lugu, rambutnya yang panjang terurai dan
ketawanya yang benar -benar menjadi ciri khasnya. Apakah dia sudah
berubah setelah pulang dari Australia
? Bertambah dewasakah ? Makin cantikkah ? Dan apakah perasaannya terhadapku
tidak berubah ? Oooh Tuhan aku berharap semua baik-baik saja dan sesuai dengan
harapanku. Aku sudah sangat
merindukan mereka, khususnya dia…
Pesawat mendarat sudah. Kulangkahkan kakiku menuju pintu keluar sambil
membawa tas koper yang tidak begitu
banyak isinya. Dalam hati tetap kuberharap dan berdoa, semoga kudapati orang
yang kurindu.
“Haii Reiii !!!” Rei ! Kudengar suara memanggilku. Suara siapa ya
? Ha ! Aku masih kenal, dia si Hadi ! Teman karibku yang paling sohib.
“Hey Di ! Apa khabar lhoe ?” Kujabat tangannya dengan
erat. “ Sama siapa lhoe?” sambil kucari-kucari wajah yang lainnya.
“Tuuhh ! Sama anak-anak” Kata si Hadi
“Mana ? Siapa aja ?”
“Tuuhh…tuuhh mereka lagi jalan di ujung. Tadi gua lebih cepat dari mereka”.
Kulihat dari kejauhan tampak, Mamaku, ponakan, Erwin, Agus, Lily,…dan mana
ya..si Lisa ? Bisik hatiku galau…
“Ray..ray….kenapa Ray ???”, Hadi sedikit menggoyangkan badanku.
“Nnggg…tidak Di. Tidak ada apa-apa. Oh..ya bagaimana teater kita ? Masih
suka pentas nggak ?”
“Ray…kamu menyembunyikan perasanmu. Pasti karena Lisa nggak datang khan ?
Dia memang nggak bisa datang …Katanya
dia akan telpon kamu…”
“Oooh nggak apa-apa Di, trims ya
…nanti juga gua yang telepon dia”.
“Oom Raii….ooomm”, Panggil
ponakanku Dewi dengan manja dan langsung berhamburan kepelukkan.
“Ha..ha..ha..apa khabar Dewi ?”. Sambil kuangkat dan kugendong keponakan ku
itu.
“Sudah kelas berapa ya…kamu ?
“TK B Oomm”, jawabnya dengan nada
yang lucu.
“Sudah bisa baca blum ?”Tanya ku
lagi
“Cuudah dong oom. A..be..ce..”,
katanya
“ha..ha..ha…ha…” Kami yang mendengarkannya semua tertawa.
Tapi kutahu pasti hatiku resah…
Tak melihat burung kecilku.
Tak bertemu debaran jantungku…
DIMANA KAMU ?
“Hallo.? Halloo ….?”
“Ya hallo ? Siapa disana ?”
“Pagi tante ! Ini Ray !”
“Hei Ray ? Apa khabar ? Kapan pulang ? Kenapa tidak bilang-bilang ?”
(hati jadi sedih..kenapa Lisa tidak bilang orang tuanya dan apakah dia lupa
?)
“Baik tante. Tante gimana ? Gimana juga oom ? Ya maaf tante, Ray pulang
cepat-cepat , jadi tidak sempat kasih khabar, tante…”
“ Kamu cari Lisa khan ? Baru saja dia pergi’
“Pergi ? Pergi kemana tante pagi
–pagi begini ?”
“Tante nggak tahu Ray. Ada pesan nggak ? Nanti tante sampaikan “
“Tidak usah tante. Nanti biar Ray datang aja ke
rumah.
“Oh baik Ray datang saja.
“Tante ehngg….”
“Ada apa Ray ?”
“Nggak apa-apa tan..Oh ya terima kasih ya tan, sampai nanti da…”
“Dach..Ray…”. Kudengar bunyi
telpon ditutup di ujung sana.
“ Aakhh..kemana ya si Lisa ? Kenapa dia nggak telpon aku ?”
&&&&****&&&&&&&
REUNI TANPANYA
“Hey teman-teman kita sambut teman lama kita ini ! Dia yang hilang kini telah kembali !” Teriak
Hadi.
“Ray mana oleh-olehnya ?” Tanya Boby
sambil gurau.
“Ray elhoe makin tebal aja dong tuh kantong ! Ba..tam…pasti elhoe banyak
dolar…Traktir kita-kita ya ?” kata Rita.
“Ssstt udach…da…elhoe orang pada ribut aja…dia kan baru aja sampai kemarin,
mungkin dia masih cape tuuhh..”, sela Agus.
“Tapi Ray ngomong-ngomong gimana
cewek-cewek disana ? Ada
yang bening nggak ? Kenalin gua donk..” tambah si Agus.
Dan langsung di tanggapin
oleh teman-teman, “Huuu…hu………”.
“Ha..ha..ha…kalau sudah ngumpul ,masih saja seperti yang dulu …selalu
ramai, ribut dan penuh canda”’ Bisik hatiku.
“Jangan takut, sekarang kita ke Gajah Mada. Kita cari makanan disana,
pokoknya semua gua yang traktir “.
“Yihui….hua..hu..hu…..makan gratis !!! Semua menyambut ajakanku itu.
Tiba-tiba si Bram bertanya,” Ray gimana si “ehem” lu tuh ? Khoq dia
nggak diajak sich ? Lu takut lecet
ya…? Kalo gua lihat sih..dia itu tambah yahut aja setelah pulang dari
Australia”.
“Bram..!!” , bisik si Hadi perlahan sambil mencolek badan Bram dan memberi
kode kerlingan mata secara diam-diam.
Tapi aku melihat. “ Ada apa ya ? Kenapa semua temanku diam, pada saat
membicarakan Lisa ? Apa ada yang tidak beres ? “, Bisik hatiku.
“Ngg…nggak apa-apa. Dia lagi pergi sama orang tuanya.,” kataku
berbohong.
“Haaa..udach Ray…nggak usah dilayani yang penting kita makan ! Happy ! Tul nggak teman-teman ? kata si
Hadi sambil berdiri dan jalan, mengajak untuk segera pergi.
“Ayooo nunggu apalagi cepetan, mumpung si Ray lagi royal….”,Lanjut Hadi
dan yang lain menimpali.
&&&*****&&&
HE’S MY BEST FRIEND
“Ray maaf, elu percaya sama gua
khan ?”, kata Hadi dengan muka serius dan membuat aku tertawa.
“Ha..ha..ha.ha..ya..ya ..gua
percaya seratus kali seratus persen sama elo…Ada-ada aja lu…pake nanya-nanya
kayak gitu segala”
“Gua serius nich Ray ! Gua mau ngomong sama elu, tapi nanti lu marah lagi
!”
“Ada apa sich ? Di , lu tahu gua khan ? Bilang aja…”
“Ray elu tuh teman gua yang paling sohib. Kemana pergi kita selalu berdua, bahkan
sampai saat inipun kita sama-sama belum kawin…”
“Oooohhh jadi maksud luh soal kawin ? Ha…ha…ha…kita memang sohib Di ! Tapi
nasib kita beda ! Gua sudah punya bidadari dan elu ? Ha..ha….ha…masih aja
ngelamun mikirin naskah dan corat-coret dikertas !”
“Ray tunggu dulu…bukan itu maksud gua. Sungguh gua serius….”
“Sudahlah Di….langsung saja….”
“Gua harap luh jangan tersinggung. Gua mau ngomong soal si Lisa !”
“Lisa …? Ada apa dengan dia Di ?”
Sesaat Hadi diam, menghela nafas dan terlihat mukanya menjadi serius bahkan
terkesan khawatir.
“Ray gua harap ini salah. Gua merasa ada yang lain dengan Lisa “
“Sejak dia pulang dari Australia, dia jarang ngumpul lagi. Dan dia juga
jarang sekali bicara dengan kita-kita”
“Jadi yang elo maksud hanya itu Di ? Di.. dia sudah dewasa
sekarang. Dia sudah bisa memilih yang mana harus bicara dan yang mana harus
diam
“Tapi ada hal yang lain lagi Ray…”
“Di. Elu bicara jangan sepotong-potong gitu dong, khan gua bilang langsung
aja. Jangan buat gua bingung !”
“Ray elu tahu nggak ? Setiap kita menyinggung pembicaraan mengenai hubungan
elu sama dia, kelihatannya dia selalu menghindar. Dan malahan kalau gua boleh tebak, terkesan tidak enak”
&&&*****&&&
…sedikit ku tertegun dalam kesendirian
Gelap pekat membentang didepan
mata…
Burung-burung kecil terbanglah
kesana..
Khabarkan pada angin cerita ini…
Aku sedang jatuh cinta…
Pada gadis kecil yang memainkan gitar…
Ombak dilautan, perdu di belantara
Terkadang mampu bersatu dalam satu
lagu…
Begitu yang kuharapkan, dapat mempersempit jarak..
Sikapku dan sifat kekanakanmu…
DIA MENELPON SAYA
Ya lagu ini dan gitar selalu menemaniku beberapa hari ini setelah
kepulanganku dari Batam. Tepatnya setelah beberapa hari aku selalu gagal
menemui atau berbicara dengan Lisa. Macam-macam saja jawabannya. “Lisa tidak
ada dirumah”, begitu kata mamanya. Atau, “Lisa baru saja keluar !” Dan yang
lebih kesal lagi,”Lisa baru saja tidur, istirahat, tidak mau digganggu”. Ada apa
ini ? Kenapa tiba-tiba semua jadi seperti ini ? Aku benar-benar jadi tak habis pikir. “Ha…mengapa
semua ini terjadi ? Disaat aku sedang merasa indahnya cinta”
“Ray kenapa sich luh kaya orang yang
nggak tahu malu aja ? Sudah jelas si Lisa selalu menghindar terus”
“Sudah Ray cari aja yang lain. Setia amat sich luh sama dia. Dia aja nggak
setia sama luh !”
“Cari aja yang lain….masih banyak Ray….yang kaya dia ! Bahkan lebih oke
lagi. Luh pasti bisa dech !
Begitu kadang-kadang terlontar kata-kata dari teman-teman. Menyakitkan
memang. Walau aku tahu mereka itu sebenarnya membelaku dan menghiburku. Tapi
sungguh aku merasa belum siap menerima
kenyataan ini.
“Tok..tok..tok…”,begitu kudengar pintu kamarku diketuk.
“Siapa?”
“Ini mama.. Ray…”
Ada apa ma ?”
“Telpon Ray. Dari Lisa !”
“Lisa ?” Kaget hatiku. “Ya ma ! Ray angkat dari sini aja !”
Kuangkat gagang telpon. Sengaja kudiamkan dahulu…
“Hallo …? Kak Ray…? “, begitu kudengar suara Lisa dari sana.
Aku rindu sekali suara itu. Tapi kucoba untuk menahan semua itu dan kucoba
untuk tetap berdiam.
“Kak Ray…? Lisa tahu pasti kak Ray marah…”
“Maaf ya kak Ray…Kalau gitu Lisa tutup saja”
Segera kujawab telpon itu.
“Lisa !”
“Kak Ray ?”
Kami berdua sama-sama hening sejenak. Aku tidak tahu apa yang sedang
dipikirkan Lisa di ujung telpon sana. Tapi saat ini hatiku sedang bergejolak…rindu…sedih dan juga
emosi turut campur jadi satu.
“Ada apa Lisa ? Bukannya kamu tidak ingin bicara dengan saya lagi? Kataku
dengan sedikit emosi.
Kudengar suara isak tangis yang tertahan di ujung telepon sana. Menjadi
hening kembali.
“Kak Ray, Lisa ingin ketemu …Lisa ingin bicara…”
“Ya, kak Ray juga ingin bertemu.
Banyak yang ingin kak Ray tanyakan. Kapan kita ketemu?”
“Besok pagi saja kak…”
“Kak Ray ke rumah ?”
“Kita ketemu ditaman biasa saja kak”
“Di taman ? Baik kak Ray tunggu besok pagi di sana”
“Sampai besok kak Ray “
“Ya Lisa…”
dan “klik” bunyi telpon ditutup di ujung sana.
Sungguh sejujurnya tak ingin kuakhiri pembicaraan itu. Aku masih rindu
suaranya. Tapi biarlah…Mungkin penantianku serasa panjang untuk menunggu
pertemuanku besok.
@@@@&&&&@@@@
DI TAMAN KENANGAN
Dulu ditaman ini, pertama kali cinta bersemi. Mungkinkah ditaman ini juga
cinta akan berakhir ? Kupandangi kembali
sekeliling taman, masih seperti yang dulu. Pohon kamboja di sana, di
bangku kenangan itu dan burung-burung kecil masih tetap beterbangan, masih
seperti yang dulu. Tapi kenapa nasib cintaku tidak seperti yang dulu?
Kulangkahkan kakiku menuju bangku tua itu, hatiku terasa pilu bila semakin
dekat dengan bangku itu. Karena banyak kenangan yang tercipta disana.
Pagi ini, di taman ini masih terasa udara dingin yang menusuk badan.
Kusandarkan badan di bangku kayu yang biasa kami bertemu sambil kupandangi arah
ke sebelah timur taman, biasanya dia datang dari arah sana dengan lari kecil
sambil tersenyum., dan rambutnya yang panjang akan melayang-layang kebelakang
dan kesamping bahunya. Lantas dari jauh saja dia sudah berteriak memanggilku
“Kak Ray…!”, begitu teriaknya. Maka terlihat gigi putih bersih yang berderet
bagus sekali. Sungguh semuanya itu masih
kuingat dan tak mungkin bisa kulupakan dan memang tak ingin kulupakan. “Oh ya
!” masih ada satu hal lagi yang kuingat. Di badan kayu kamboja belakang bangku
ini ada tertulis “Lisa dan gambar sepasang hati
yang tertusuk anak panah kemudian namaku Ray”. Coba aku lihat, mungkin
masih ada disana. Ya, masih ada disana. Walau sudah tidak sejelas seperti
pertama dibuat. Entahlah saat itu apa yang terlintas di hati Lisa, hingga dia
membuat kenangan di pohon ini. Saat itu Lisa hanya berkata,”Ini tanda cinta
kita takkan pernah berakhir”. “Tapi kenapa sekarang ini berubah……”
“Kak Ray…”, Kudengar dengan jelas suara itu tepat dibelakangku. Kubalikan
badan dengan cepat.
“Lisa..??”, kataku sambil kupandangi tubuh seorang gadis yang ada
dihadapanku sekarang ini.
“Lisa ku ini ?, bisik hatiku. Tinggi badannya sudah menyamaiku, wajahnya
yang manis dan semakin menarik dengan sinar kedewasaannya. Dan..akh…rambutnya
yang hitam panjang tetap dijaganya dengan utuh.
“Kak Ray !, sekali lagi Lisa menegurku.
“Lisa..”, jawabku dengan tetap
mematung memandangnya.
“Maafkan Lisa kak Ray. Lisa telah membuat kak Ray bingung dan tak menentu”
“Ada apa Lisa ? Kenapa ? Kataku sambil mengajaknya duduk kebangku.
Tapi Lisa diam tak bergeming. Matanya lurus menatap tulisan yang ada di
kayu. Sejenak kulihat wajahnya menahan emosi yang mendalam.
“Kamu teringat itu Lis..? kataku.
“Ya….tapi semua sudah berlalu”, katamu perlahan. “Semua telah berlalu”,
Lisa mengulangi lagi sambil berusaha menghapus tulisan itu.
“Jangan Lis !, kucegah ia melakukan itu. “Kalaupun engkau sudah tidak ada,
tapi biarlah itu tetap ada disana. Biar kenangan itu tetap abadi”
“Dan kenapa Lisa ? Kenapa dengan semua ini?”
“Apakah kamu telah punya pria lain?” Tanyaku sambil mencoba menatap
matanya. Lisa tertunduk dan hanya melihat kebawah.
Sekarang aku dan Lisa telah duduk sama-sama dibangku tua itu. Biasanya dia
selalu menyandarkan kepalanya dibahuku dan aku membelai rambutnya yang panjang
hitam itu. Tapi kini tidak lagi.
“Kak Ray…Lisa sudah putuskan…”
“Pu..tuskan ? Apa yang sudah kamu putuskan lis ?”
“Hubungan kita telah berakhir….”
“Lisa !” aku terkejut sambil kupegang dagunya dan kutatap matanya. Aku
yakin sinar mata itu tidak berubah. Tapi mengapa ? (hatiku bertanya).
“Apa kamu sadar dengan apa kamu ucapkan?”
“Lisa yakin…inilah jalan yang terbaik buat kita Kak Ray….”
“Jalan terbaik ? Bagaimana perpisahan ini kamu sebut jalan terbaik !”
“Terus terang saja Lisa. Kamu sudah punya yang lain bukan ?, tanyaku
mendesak.
Tapi Lisa hanya diam membeku, tak ada sepata katapun yang keluar dari
bibirnya. Dan aku menyadarinya. Tak ada gunanya hubungan ini dilanjutkan, bila
isi dan tujuannya sudah kehilangan makna. Tak mungkin abadi bila semua itu
hanya keterpaksaan saja.
Maka kuputuskan untuk berkata.
“Lisa walau kamu tidak mau mengatakan alasannya kenapa. Saya tidak bisa
paksa kamu. Namun satu hal yang pasti dan dapat saya yakini”
“Saya mencintaimu dan tetap akan mencintaimu……”
Lisa menengadahkan wajahnya dan menatapku. Seolah banyak pertanyaan disana.
“Mengapa kak Ray masih mencintai saya , setelah semua ini terjadi ?
“Lisa ..apakah matahari memberi alasan untuk menyinari bumi ? Begitupula
cinta kak Ray…padamu. Satu-satunya alasan adalah , cinta “
“Cukup kak Ray, terserah kak Ray”, katamu agak keras dan membuatku sedikit terhentak.
“Yang penting Lisa sudah menyampaikan semuanya. Dan mulai saat ini Lisa
tidak ada hubungan lagi dengan Kak Ray”, lantas kamu berdiri dan hendak pergi.
Aku pegang tangannya untuk menahannya
pergi. Kamu menatapku sambil melepaskan peganganku.
“Kak Ray …ini sudah berakhir”, dan kamu pergi meninggalkan saya sendiri.
Kini aku tinggal sendiri duduk dibangku tua ini, seakan tak percaya dengan
baru saja terjadi. Apakah ini mimpi ? Kalau mimpi, pasti ini mimpi yang paling
buruk selama hidupku. Dan aku ingin segera bangun. Tapi kenyataannya ini adalah
nyata. Kenyataannya engkau memang pergi meninggalkanku. Kenyataannya aku
tinggal sendiri dibangku kayu tua ini.
Dulu ditaman ini , cinta pertama kali bersemi.
Dulu ditaman ini terucap janji-janji cinta abadi…
Dulu ditaman ini burung-burung kecil menjadi saksi kisah cinta penuh
romantik.
Kenapa harus berubah ?
Mengapa harus terjadi ?
Mengapa semua ikatan cinta yang selama terbina tak mampu menahannya ?
Apakah cintaku salah ?
Ataukah dia salah mencinta ?
Sesungguhnya taman tidak ada yang berubah,
Burung-burung kecil tetap bernyanyi riang…
Dan,
Bangku kayu tua ini tetap ada disini,
Kali ini kembali bunga kamboja berguguran….
Tapi kali ini untuk mengiringi perpisahanku dengannya…..
Sad story begin to
*****&&&&******
Jakarta, 22 Juli 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar